Posted by: niadilova | 23/12/2019

PPM #237: Mara Soetan (Ayah Angkat Muhammad Sjafei) Wafat (30 Maret 1954)

Mara Soetan Overleden

Na enkele dagen ziek te zijn gewest is der heer Ibrahim gelar Mara Soetan Dindsdag op 97-jarige leeftijd in Djakarta overleden. Zijn stoffelijk overschot werd Woensdagmiddag in Karet ter aarde besteld. Onder hen die wijlen Mara Soetan de laatste eer bewezen, bevond zich Moh. Sjafei, zijn aangenomen zoon, than parlementslid.

Ibrahim Mara Soetan, afkomstig uit Kajutanam in Midden-Sumatra was reeds voor 1900 een bekende letterkundige. Verscheidene van zijn werken o.a. “Pembuka Fikiran” en “Pelita”, zijn uitgegeven. In de latste tijd heeft wijlen Mara Soetan zijch toegelegd op het schrijven van kinderboeken.

***

Laporan surat kabar Het Neuwsblad voor Sumatra (Medan) edisi Jumat 2 April 1954 tentang wafatnya Ibrahim gelar Mara Soetan. (Lihat juga: De Locomotief (Semarang), 2-4-1954 dan Algemeen Indisch Dagblad: De Preangerbode (Bandung), 2-4-1954).

Ibrahim gelar Mara Soetan – mohon dibedakan dengan Taher gelar Marah Soetan (1890-1953)–adalah seorang intelektual Minangkabau, guru dan penulis buku yang terkemuka pada zamannya. Ia adalah ayah angkat Muhammad Sjafei, pendiri Indonesisch Nederlandsche School (INS) Kayu Tanam (1926). Namanya acap kali disebut dalam banyak sumber pertama tentang dunia intelektual Minangkabau pada akhir abad ke-19 dan paroh pertama abad ke-20, sering ditulis: “Toean/Engkoe Mara Soetan”. Fotonya dapat dilihat dalam Pandji Poestaka, No. 44, Thn X, 13 Mei 1932:678.

Ibrahim gelar Mara Soetan adalah seorang intelektual Minangkabau pekerja keras. Ayah angkat Mohammad Sjafei ini menulis cukup banyak buku untuk anak-anak sekolah, juga karangan-karangan lainnya. Beberapa buku karangannya kini masih tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda, seperti Djalan ke Timoer (1928), Boenga Tjoelan  (4 Jilid) (1933), Pelita (2 jilid) (1938), dan Soear (1939). Oleh sebab itu namanya dikenal luas di kalangan guru-guru sekolah rendah pada zamannya.

Riwayat hidup Mara Soetan penuh lika-liku perjuangan dan sering berpindah-pindah. Setidaknya ia pernah bekerja di tiga pulau: Sumatera, Jawa, dan Kalimantan (Borneo).

Ada perbedaan dalam catatan tentang tarikh lahir Mara Soetan, Majalah Pandji Poestaka, No. 44, Thn X, 13 Mei 1932, hlm. 678 menyebutkan bahwa dia lahir di Padang tahun 1872. Sementara Tamar Djaja dalam Orang-orang Besar Indonesia [Djakarta: Bulan Bintang, 1966: 628] menyebutkan bahwa dia lahir di Kayu Tanam tahun 1863. Sedangkan Mohamad Sjafei yang menjadi editor kumpulan puisi karangan Marah Soetan sendiri yang berjudul Rindu dan Pudjaan (Padang: Sridharma, [1955]) mencatat bahwa Mara Soetan (yang dipanggil ‘Inyiak’ [Kakek] oleh Sjafei) lahir tahun 1853 tanpa menyebutkan tempat lahirnya. (lebh jauh lihat: https://niadilova.wordpress.com/2014/10/20/minang-saisuak-194-intelektual-minang-ibrahim-gelar-mara-soetan/). Dari sumber-sumbr lain yang disebutkan di atas, diketahui bahwa ibu Mara Soetan adalah seorang keturunan Jawa dari Pasuruan dan ayahnya adalah orang Minangkabau yang berasal dari Kayu Tanam. Oleh karena itu, dapat dipahami mengapa Mohamad Sjafei, anak angkat Mara Soetan yang berasal dari Kalimantan, mendirikan INS di Kayu Tanam, karena mungkin bentuk penghormatan kepada kampung halaman ayah angkatnya.

Jika kita berpedoman pada laporan koran Het Neuwsblad voor Sumatra di atas, maka Mara Soetan, yang memang disebutkan berasal dari kayu Tanam ([hij] afkomstig uit Kajutanam in Midden-Sumatra…), lahir pada tahun 1857, karena disebutkan dalam laporan di atas bahwa ia wafat dalam usia 97 tahun pada 1954. Laporan di atas secara tepat juga menjelaskan tarikh meninggalnya Marah Soetan, yaitu: hari Selasa (Dinsdag) 30 Maret 1954 di Jakarta, setelah beberapa hari menderita sakit karena usia tua. Disebutkan juga dalam laporan di atas bahwa jenazah Mara Soetan dikebumikan di TPU Karet Jakarta.

Demikian sedikit tambahan maklumat tentang Ibrahim Gelar Mara Soetan. Kiranya namanya patut pula dicatat dalam direktori orang Minangkabau di panggung sejarah.

Suryadi, MA, PhD – Leiden University, the Netherlands / Padang Ekspres, Minggu 22 Desember 2019

 


Leave a comment

Categories