Posted by: niadilova | 02/01/2018

Minang saisuak #324: Idrus Hakimy Dt. Rajo Panghulu: ‘Perpustakaan’ Budaya Tinggi Minangkabau

Idrus_Hakimy_Dt._Rajo_Panghulu[1]

Wikipedia hanya mendeskripsikan secuil maklumat mengenai penghulu Minangkabau yang terkemuka pada paroh kedua abad 20 ini. Beliau, yang pernah menjadi guru saya ketika kuliah di Universitas Andalas tanun 1980an, adalah ‘reinkarnasi’ Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo, seorang penghulu Minangkabau yang menonjol di era sebelumnya (paroh pertama abad ke-20).

Beliau adalah: Haji Idrus Hakimu Dt. Rajo Panghulu.

Kesaamaan antara Ibrahim dan Idrus adalah: sama-sama penulis prolifik untuk kategori pemimpin adat Minangkabau. Banyak penghulu lainnya hanya hidup dalam budaya kelisanan (orality) saja, membawa mati pengetahuan mereka tanpa ada yang ditinggalkan karena tak pernah mengkodifikasikannya dalam wujud tulisan (buku-buku). Dilihat dari perspektif ini, Idrus Hakimy Dt. Rajo Panghulu dan pendahulunya, Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo, adalah dua sosok pengecualian. Bedanya: Idrus Hakimy dikenal juga sebagai seorang ulama, satu kombinasi yang sangat prima dengan citra beliau sebagai seorang penghulu yang dihormati masyarakat Minangkabau.

Lahir di Supayang, Tanah Datar, 29 Juni 1931 dari pasangan H. Abdul Hakim dan Rawiyah, Idrus Hakimy adalah salah seorang penghulu Minangkabau yang mempraktekkan budaya literasi dalam kehidupan ninik mamak dan kaum adat Minangkabau yang lebih cenderung diasosiasikan dengan budaya lisan.

Sebagaimana anak lelaki Minangkabau pada umumnya, Idrus kecil mengaji di surau di kampungnya. Kemudian ia masuk sekolah Svervolok School di Sumanik. Setelah itu, ia masuk sekolah Tarbiayah Islamiyah Inyiak Canduang pimpinan Syekh Sulaiman Arrasuli di Bukittinggi. Ketika Jepang masuk, sekolahnya terhenti dan Idrus menjadi pengurus Badan Keamanan Nagari dan Kota (BPNK) di kampungnya,Supayang (Ajisman & Almaizon 2008:19-20).

Di tahun 1980an dan 90an, Idrus Hakimy aktif mengisi siaran tentang budaya Minangkabau di RRI Padang, menulis di koran lokal tentang masalah adat dan syarak, berceramah dan mengikuti seminar dan lokakarya tentang adat Minangkabau di tingkat daerah dan nasional.

Sudah sejak muda, beliau juga aktif dalam beberapa organisasi, seperti BPNK Supayang, Lasyakar Muslimin Indonesia (Lasymi) untuk membela kemerdekaan Indonesia. Jabatan organisatoris dan administratif yang pernah beliau emban: Pegawai Sipil Kepolisian Sumatera Tengah di Bukittinggi (1956-1958), Wali Nagari Supayang (1958-1960) Anggota DPRD-GR dan DPRD Sumatera Barat (1971-1977, 1982-1987) dan Ketua Pembina Adat dan Syarak Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) (Ibid:2).

Penguasaan adat beliau yang luas juga membuat beliau didaulat menjadi dosen luar biasa di beberapa perguruan tinggi di Sumatera Barat, antara lain di Jurusan Sastra Daerah/Program Studi Bahasa & Sastra Minangkabau Fakultas Sastra (Sekarang: Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Andalas.

Idrus Hakimy telah meninggalkan warisan berharga berupa beberapa buku tentang adat Minangkabau. Di antara buku-buku karangan beliau adalah: Peranan Bundo Kanduang di Minangkabau (Padang: LKAAM Sumatera Barat, 1972-1977), Buku Pegangan Bundo Kanduang di Minangkabau (Bandung: Rosda, 1978), Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau (Bandung: Rosda, 1978), 1000 Pepatah-petitih, Mamang, Bidal, Pantun, Gurindam: Bidang Sosial Budaya, Ekonomi, Politik, Hukum Hankam, Agama di Minangkabau (Bandung: Rosda,1978).

Karya-karya beliau yang lain adalah: Buku Pidato Alua Pasambahan Adat Minangkabau (Bandung: Rosda, 1978), Pengangan Penghulu di Minangkabau (Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Derah, Depdikbud,1982), Pegangan Penghulu, Bundo Kanduang, dan Pidato Alua Pasambahan Adat di Minangkabau (Bandung: Remadja Karya, 1984), Pokok-pokok Pengetahuan Adat Alam Minangkabau (Bandung: Remadja Karya, 1984; semula diterbitkan oleh Sekretariaat LKAAM Sumatera Barat), Nilai-nilai dan Norma Pancasila dalam Adat Minangkabau Bersendi Syarak (Bukittinggi: Balai Buku Indonesia, 1985). Daftar di atas masih belum lengkap, hanya sebagai contoh betapa Idrus Hakimy cukup produktif dalam menulis.

Idrus Hakimy Dt. Rajo Panghulu meninggal tgl.17 April 2001 di Padang. Jenazah beliau dimakamkan di kampung halamannya, Supayang. Dalam sambutannya saat pemakaman almarhum, Bupati Tanah Datar Masriadi Martunus berucap: “[M]inangkabau kehilangan [salah seorang] putra terbaiknya,[…] sosok yang menjadi panutan, dengan karya[-karya]nya yang besar yang dijadikan referensi.” (Ajisman & Almaizon, 2008:1). Kiranya ucapan itu tak berlebihan. LKAAM Sumatera Barat perlu mencatat nama almarhum dalam ‘buku besar’ yang memuat biografi para penghulu yang menjadi ‘benteng’ adat Minangkabau. Tapi pernahkah terpikirkan oleh LKAAM Sumatera Barat yang kantor rancak-nya kini terlantar itu untuk menyusun buku seperti ini? Entahlah!

(Sumber foto: Ajisman & Almaizon, Idrus Hakimy Dt. Rajo Penghulu: Tokoh Adat dan Ulama di Minangkabau, Padang: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Padang, 2008: sampul depan [terima kasih kepada Sdr. Undri atas kiriman buku ini untuk saya].

Dr. Suryadi, MA. – Leiden University, Belanda / Singgalang, Minggu 31 Desember 2017


Leave a comment

Categories