Posted by: niadilova | 28/03/2016

Kilas Balik: [Duta Indonesia untuk Irak] Haji Dahlan Abdullah meninggal [di Bagdad, 15 Mei 1950]

Haji Dahlan Abdullah meninggal [di Bagdad,Innalillahi wa inna ilaihi rajiun.

Duta Indonesia di Irak yang pertama meninggal.

Alangkah terkejutnya bangsa Indonesia dan umat Islam seluruhnya mendengar warta berita radio pada malam Minggu yang lalu yang memberitakan bahwa Haji Dahlan Abdullah, Duta Indonesia di Irak, meninggal dunia pada hari Jumatnya [15 Mei 1950] karena menderita sakit. Siapa kiranya Haji Dahlan Abdullah, bagi umat Islam yang mengikuti pergerakan tentu tidak asing lagi namanya, seorang santri-intelek yang jarang tolok bandingnya. Beliau pada bulan April yang lalu diangkat oleh pemerintah RIS [Republik Indonesia Serikat] untuk menjabat duta Indoenesia di Irak, untuk merapatkan hubungan Indonesia dengan tanah Irak, sebagai negara teman seagama.

Sekarang beliau telah meninggal, meninggalkan lowongan yang tidak akan mudah dicari penggantinya……

Di bawah ini, kita cantumkan bagaimana sambutan pemerintah Irak  atas pengangkatan beliau, seketika Haji Dahlan Abdullah menyerahkan surat kepercayaannya, yang kita petik dari M[ingguan] Merdeka.

Haji Dahlan Abdullah meninggal [di Bagdad1

Bagdad menerima Duta Indonesia

Resminya suatu kedutaan biasa bekerja di negeri asing, adalah apabila duta itu telah menyampaikan surat kepercayaannya kepada pemerintah negeri asing di mana dia ditempatkan itu. Sebagaimana biasanya peristiwa penyampaian itu dilakukan dengan upacara, demikian pula pemerintah Irak ketika menerima duta Indonesia untuk negeri itu, Haji Baginda Dahlan Abdullah. Akan tetapi pada peristiwa tanggal 8 April di Bagdad itu, rupanya pemerintah Bagdad tidak mau tinggal dalam [menyembunyikan] keistimewaannya.

Mungkin hal itu terjadi oleh karena dorongan perasaan rakyat Irak terhadap bangsa Indonesia. Orang masih ingat tentu betapa Irak pada permulaan revolusi Indonesia adalah satu dari negara yang membantu perjuangan kemerdekaan [Indonesia][…], dengan memberikan pengakuan dejure-nya.

Selain itu adalah Irak merasakan pula bahwa Indonesia adalah negara sahabat, saudaranya seagama.

Hotel Zia adalah salah satu hotel yang terbagus dan terbesar di kota Bagdad dan di hotel inilah duta Indonesia dan stafnya ditempatkan untuk sementara selagi kediamannya sedang dipersiapkan. Hotel Zia adalah hotel yang ramai. Akan tetapi pada pagi hari tanggal 8 April itu keramaian itu melebihi dari biasa.

Ruangan tamu hotel tersebut pagi itu telah dihiasi dengan Sang Dwi Warna dan gambar-gambar Presiden Sukarno. Tidak kurang dari sejumlah lima puluh putra-putri Indonesia atau peranakan Arab telah datang berkumpul di sana. Wartawan dan juru potret tidak tinggal diam, terutama para tukang potret menjadikan Dahlan Abdullah jadi sasarannya. Sebagaimana juga Subandrio, duta Indonesia di London, ketika menyampaikan surat kepercayaannya berpakaian daerah, maka Dahlan Abdullah menggunakan pakaian daerahnya, yaitu Minangkabau. Pakaian-pakaian daerah Indonesia bagi Negeri asing memang senantiasa menarik perhatian.

Dijemput dan diiringi

Kira-kira pukul sepuluh datanglah “Chief protocol” kementerian luar negeri Irak untuk menjemput duta Indonesia yang telah duduk bersama-sama tamu-tamu di hotel Zia tersebut. Secara resmi “Chief protocol” ini disambut oleh anggota staf kedutaan kita dan dibawa kepada Dahlan Abdullah. Seketika mereka itu duduk bercakap-cakap di bawah Sang Merah Putih dan gambar Bung Karno.

Hampir menjelang pukul sebelas mereka pun berdiri untuk berangkat ke istana. Di muka hotel telah berdiri auto-auto yang disediakan bagi mereka oleh pemerintah Irak, untuk Dahlan Abdullah disediakan auto kerajaan yang berbendera kerajaan Irak di mukanya itu. {85}

Rombongan  didahului oleh polisi bermotor. Jarak dari hotel Zia ke istana hanyalah sepuluh menit, akan tetapi seluruh jalan itu sepi, oleh karena segala lalu lintas telah distop oleh polisi, oleh sebab duta Indonesia akan lalu di jalan itu. Di pinggir jalan banyak orang berdiri, melihat rombongan lalu itu. Tidak sedikit di antara mereka yang memberi salam kehormatan kepada rombongan yang lalu itu. Di muka gedung kementerian pertahanan Irak yang terletak di jalan itu juga, telah berdiri sepasukan tentara yang memperdengarkan musik tentara. Akan tetapi apabila mereka sampai di muka istana, maka pasukan kehormatan telah berbaris pula menantikan mereka.

Turun dari auto, rombongan tadi harus berdiri tegak dulu karena lagu kebangsaan Irak yang disusul lagu kebangsaan Indonesia diperdengarkan oleh barisan musik. Kemudian Duta Indonesia dipersilahkan memeriksa barisan kehormatan yang tegap berdiri rapi itu.

Perkenalan pertama

Segera duta Indonesia diperkenalkan dengan “regent”, yaitu wakil raja selama raja Irak belum dewasa. Di saat itulah penyampaian surat kepercayaan dilakukan dengan resmi.

Kemudian menyusul[l]ah  percakapan ramah-tamah, tanya bertanya dan bercerita antara “regent” dengan wakil Indonesia itu.

“Regent” Irak rupanya adalah seorang yang suka bercakap-cakap dan banyak perhatiannya tentang negara Indonesia dan bangsa Indonesia. Dia menceritakan bahwa dia adalah [ke]turunan dari Syarif Hosen, pernah berkenalan dengan seorang menteri luar negeri Republik Indonesia ketika di London, yang kemudian datang pula ke Bagdad. Menteri yang dimaksudnya dan sangat menarik perhatian itu adalah tidak lain dari Haji Agus Salim.

Ketika Haji Dahlan Abdullah menyampaikan salam dan terima kasih Bung Karno atas bantuan Irak ketika memblokir pesawat-pesawat udara Belanda,  maka “regent” tersebut hanya berkata “Memanglah itu sudah semestinya, oleh karena kita adalah saudara yang seagama, sedang di samping itu saya senantiasa ingin membantu perjuangan bangsa-bangsa yang tertindas.”

Kemudian perhatiannya dinyatakannya dalam pertanyaan, berapa jumlah bangsa Indonesia, berapa yang beragama Islam, bagaimana tentara Belanda, bagaimana Westerling, dan akhirnya……adakah orang Yahudi di Indonesia.

Demikianlah, hampir setengah jam lamanya percakapan ramah tamah dan perkenalan pertama diresmikan antara Irak dan Indonesia. Dengan ini resmilah hubungan diplomatic antara dua negara sahabat yang pasti akan saling bantu membantu itu. {86}

***

Sumber: Penuntun. Madjallah Kementerian Agama Rep. Indonesia No. 5, Mei [19]50 – TH. KE IV, hlm. 85-86. Ejaan disesuaikan. Nama Dahlan Abdullah dalam teks aslinya beberapa kali ditulis: “Dachlan Abdullah”. Angka dalam tanda ‘{ }’ merujuk pada halaman asli majalahnya. Kata-kata dalam tanda “[ ]” merupakan tambahan dari penyalin. Ilustrasi foto wajah Dahlan Abdullah dirujuk dari Madjalah Merdeka, No. 9, Tahun III, 4 MARET 1950: 5.

Catatan: Jenazah Duta Indonesia untuk Kerajaan Irak dan Trans Rordania, Baginda (Bagindo) Dahlan Abdullah, dimakamkan di Kompleks Pemakaman Syekh Abdul Kadir Jailani, Bagdad. Foto 2 (lihat di atas) mengabadikan proses pelepasan jenazah yang diselenggarakan dengan upacara kenegaraan oleh Pemerintah Kerajaan Irak (Sumber foto: Arsip keluarga Bagindo Dahlan Abdullah). Lebih jauh mengenai Bagindo Dahlan Abdullah, yang lahir di Pariaman, Sumatera Barat,  tgl. 15 Juli 1895, lihat: https://niadilova.wordpress.com/2014/02/06/h-bgd-dahlan-abdullah-nasionalisme-seorang-putra-pariaman-bag-1/.

Penyalin: Dr. Suryadi, MA., Leiden University, Belanda


Leave a comment

Categories