Posted by: niadilova | 06/07/2015

Minang Saisuak #227 – Kolonel Ahmad Husein (1925-1998)

7fa2881021a13891f7556e92b1017ef8_vxbb

Lelaki ganteng ini, lebih-lebih lagi dalam seragam militernya, telah turut mengukir sejarah Minangkabau dan Republik Indonesia. Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang dicetuskannya bersama kawan-kawannya di tahun 1958 telah menimbulkan peristiwa berdarah dan perang saudara balambuik lapiak di Sumatera Barat. Sebagian orang mungkin memandang peristiwa PRRI sebagai refleksi penunjukan harga diri orang Minang, tapi sebagian lain mungkin beranggapan itu adalah penggalan hitam dalam sejarah Minangkabau.

Kolonel Ahmad Husein, tokoh rubrik Minang saisuak kita kali ini, telah memainkan peran sentral dalam peristiwa PRRI. Riwayat hidup dan pandangan politiknya dapat dibaca dalam biografinya yang disusun dengan apik oleh Prof. Mestika Zed dan Hasril Chaniago, Perlawanan Seorang Pejuang: Biografi Kolonel Ahmad Husein. Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 2001. Berikut uraian singkat tentang riwayat hidup beliau yang dipetik dari buku rancak tersebut.

Ahmad Husein lahir di Padang pada 1 April 1925 dari pasangan Abdoel Kahar seorang pemilik apotik di Padang dan usahawan Muhammadiyah, dan Sa’adiyah. Ahmad sebelas orang bersaudara (7 laki-laki, 4 perempuan). Ia bersekolah di HIS Padang dan tamat tahun 1938. Setelah itu ia belajar di Taman Dewasa (setingkat MULO) di Bukittinggi dan tamat tahun 1941. Pada 1943, menyusul masuknya si fasis Jepang ke Indonesia, Ahmad Husein mendaftar masuk Gyugun. Di Gyugun, Ahmad terkenal jago tembak.

Menjelang kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik, Ahmad menjadi anggota BKR (Badan Keamanan Rakjat) di Padang. Ia aktif merekrut para pemuda menjadi anggota BKR. Ahmad menjadi komandan tempur Padang Area, yang kemudian dikenal sebagai pasukan Harimau Kuranji.

Seiring dengan perjalanan kemerdekaan Indonesia, terjadi reorganisasi dalam dinas ketentaraan. Di Padang terbentuklah Divisi Banteng. Ahmad Husein aktif dalam divisi ini, dan dalam tahun-tahun yang sulit, menyusul munculnya agresi Belanda I dan II, ia dan kawan-kawannya aktif berjuang mempertahankann kedaulatan negara muda itu.

Namun, dalam perjalanan masa, Ahmad Husein kecewa kepada Presiden Soekarno yang pertama kali berjumpa dengannya di Bukitinggi pada 2 Juni 1948. Presiden Soekarno dinilai terlalu berfokus pada pembangunan Jawa dan mengabaikan daerah-daerah.

Pada 15 Februari 1958 Ahmad Husein dengan Dewan Bantengnya memproklamirkan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Jakarta menudingnya berbuat makar kepada NKRI. Presiden Soekarno mengirim tantara pusek ke Sumatera Barat. Gerakan PRRI berhasil dipadamkan tahun 1961. Para pendukungnya lari kocar-kacir, sebagian kembali ke pangkuan RI, termasuk Ahmad Husein. Banyak kajian menunjukkan bahwa Amerika Serikat ikut berperan dalam gerakan itu, karena Soekarno makin condong ke Blok Timur. Rakyat Minangkabau mengalami tragik yang tak tepermanai. Perang itu telah memporak-porandakan tatanan sosial masyarakat Minangkabau.

Setelah kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, Ahmad Husein diberi pengampunan oleh Presiden Soekarno. Kemudian ia pindah ke Jakarta dan hidup mewah di center of excellence itu. Ahmad Husein meninggal di Jakarta pada 28 November 1998. Jenazahnya dibawa ke Padang dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kuranji.

Demikianlah kisah lelaki yang, langsung atau tidak, telah menjadikan rumah besar nenek saya di Sunur, dibuat serak sumerai oleh bunga api dan jadi abu, sundutan tentara pusek, di suatu malam yang menggigilkan lutut semua anggota keluarga kami – malam mengerikan yang bertahun-tahun menjadi igauan dan mimpi buruk ibu saya dan saudara-saudaranya.

Suryadi – Leiden, Belanda | Singgalang, Minggu, 5 Juli 2015 (Sumber foto: James Burke/Time Life).


Leave a comment

Categories