Posted by: niadilova | 28/10/2019

PPM #229: Putra Talawi Dr. M. Amir meninggal dunia di Belanda (20-12-1949)

Dr. M. Amir †

     Dr. M. Amir, voor de oorlog een bekende figuur in de Medanse samenleving, is blijkens berichten in de Indonesische bladen op 20 December [1949] in Nederland overleden.

Dr. Amir, die zijn medische opleiding in Leiden en Parijs genoot, was voor de oorlog as psychiater te Medan gevestigd. Na de Japanse capitulatie speelde hij een vooraanstaande rol bij de oprichting de Republik Indonesia. Hij werkte mede bij he opstellen de republikeinse grondwet en werd minister zonder portefeuille in het eerste kabinet-Soekarno. Korte tijd later werd hij benoemd to republikeinse vice-gouverneur van Noord-Sumatra, met zetel te Medan. Na het uitbreken der z.g. “sociale revolutie” (waarvoor sommige kringen hem verantwoordelijk stelden), heeft dr. Amir zich onder bescherming van de Britse militaire autoriteiten gesteld. Weinig later kreeg hij gelegenheid naar Nederland te vertrekken.

     Dr. Amir keerde nog eenmaal terug naar Indonesië en vestigde zich te Makassar. Een hartkwaal noopte hem echter medio 1949 veer naar Nederland te gaan, waar zijn vrouw en kinderen waren achtergebleven. Hij werd toen opgenomen in het Binnengasthuis te Amsterdam, waar hij 20 December na een ziekbed van twee manden overleden is.”

***

Laporan koran Het Nieuwsblad voor Sumatra (Medan) edisi Jumat (Vrijdag) 6 Januari 1950 tentang meninggalnya Dr. M. Amir di Amsterdam pada 20 Desember 1949. Terjemahan laporan di atas kurang lebih sbb:

Menurut laporan pers Indonesia, Dr. M. Amir, seorang tokoh terkenal di kalangan masyarakat di kota Medan sebelum perang, meninggal di Belanda pada 20 Desember [1949].

Dr. Amir, yang menerima pelatihan medis di Leiden dan Paris, dikenal sebagai psikiater di Medan sebelum perang. Setelah pendudukan Jepang berakhir, ia memainkan peran utama dalam pembentukan Republik Indonesia. Dia membantu merancang konstitusi republik dan menjadi menteri tanpa portofolio dalam kabinet Sukarno yang pertama. Tak lama kemudian, ia diangkat menjadi Wakil Gubernur Republik untuk Sumatera Utara, yang berkedudukan di Medan. Setelah pecahnya apa yang disebut “revolusi sosial” (di mana beberapa kalangan menganggapnya ikut bertanggung jawab), Dr. Amir ditempatkan di bawah perlindungan otoritas militer Inggris. Tidak lama kemudian, ia mendapat kesempatan pergi ke Belanda.

Dr. Amir kembali ke Indonesia sekali lagi dan menetap di Makassar. Namun, kondisi jantung yang kurang baik memaksanya untuk pergi ke Belanda pada pertengahan 1949, di mana istri dan anak-anaknya ditinggalkannya. Dia kemudian dirawat di rumah sakit Binnengasthuis di Amsterdam, di mana dia meninggal pada 20 Desember, setelah dua bulan terbaring sakit.

Begitulah akhir cerita Dr. M. Amir, seorang putra Talawi yang terkenal, yang mendapat gelar doktor di bidang Medis di Belanda, tapi sangat prolifik menulis hal-hal seputar politik dan kebudayaan pada pertengahan pertama abad ke-20.

Amir meraih gelar doktor di bidang medis di Universitas Amsterdam pada tahun 1928 dengan disertasi (proefschrift) berjudul ‘Bijdrage tot de kliniek en therapie der deflexieliggingen’ (lihat: De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 03-02-1929; PandjiPoestaka, No. 30 TAHOEN VI, 13 April 1928: 557). De Indische courant (Surabaya) edisi 9 Maret 1928 menulis laporan tentang promosi doktornya sbb:

     “Promotie.

     Ann de gementelijke Universiteit te Amsterdam is bevorderd tot doctor in de geneeskunde op proefschrift: Bijdrage tot de kliniek en therapie der deflexieliggingen, de heer M. Amir, geboren te Talawi.”

Moehammad Amir, demikian namma lengkapnya, juga mendalami ilmu jiwa (psychiatrie). Lahir di Talawi pada 27 Januari 1900 dari pasangan M. Joenoes Soetan Malako dan Siti Alamah yang bersuku Mandaliko, M. Amir adalah salah seorang intelektual Minangkabau yang sangat cemerlang pada zamannya.

Sayang, ia meninggal dalam usia yang cukup muda: 49 tahun. Namun, dalam usia yang singkat itu ia telah menorehkan banyak hal dalam sejarah negeri ini. Kisah hidup dan pemikirannya belum pernah dikajioeang secara mendalam, satu aspek penting dalam sejarah Indonesia yang perlu digali dan diungkap oleh para sejarawan kita.

Dilampirkan juga di sini guntingan majalah PANDJI NEGARA (Majalah Kementerian Penerangan N.I.T.) yang memberitakan berpulangnya Dr. M. Amir.

Dr. Suryadi – Leiden University, the Netherlands / Padang Ekspres, Minggu 27 Oktober 2019

Sumber: Pandji Negara, No. 3, Th. IV, 21 Djanuari 1950: 15

Leave a comment

Categories