Posted by: niadilova | 30/03/2015

Minang Saisuak #216 – Kepada Distrik Kelas I Lubuk Sikaping: Tuanku Sultan Syair Alam Syah (1929)

84420800b63d4ef6a9c5901ea9584fe5_minang-saisuak-sgl-minggu-29-maret-2015-kepada-distrik-kelas-i-lubuk-sikaping

Lubuk Sikaping menjadi penting dalam peta politik dan ekonomi Hindia Belanda di Sumatera Barat setelah Bonjol, pusat gerakan Paderi, ditaklukkan Belanda pada 1837. Tiga tahun setelah Bonjol takluk, wilayah Sumatera Barat bagian utara dimekarkan lagi menjadi beberapa distrik untuk mengontrol daerah-daerah baru baru diambil alih oleh Belanda dari kaum Paderi. Maka dibentuklah distrik-distrik baru yaitu Priaman, Tikoe en de Danau Districten. Pada masa-masa sesudahnya daerah Lubuk Sikaping dan sekitarnya dijadikan pula menjadi satu ditrik. Kepala distriknya berkedudukan di Lubuk Sikaping.

Rubrik Minang saisuak kali ini menurunkan foto ‘DISTRICTHOOFD 1e KL. LOEBOEKSIKAPING’ (Kepala Distrik Kelas 1 Lubuk Sikaping (dan wilayah taklukannya)) ‘Toeankoe Sulthan Sjair ‘Alam Sjah Daulat jang dipertoean Padang-noenang Rau (Rao)’. Dalam repertoir lisan wilayah pesisir Sumatera Barat bagian utara, Daulat Yang Dipertuan Padang Nunang sering disebut-sebut, misalnya dalam teks ‘Jalan Kuliliang Bilang Nagari’ yang didendangkan dalam kesenian rabab Pariaman.

Sulthan Sjair ‘Alam Syah merintis kariernya dari bawah. Mula-mula dia bekerja sebagai ‘leerlingMenteri‘, kemudian berturut-turut naik menjadi ‘Controle Menteri‘ dan ‘wd. Larashoofd‘. Setelah terjadinya perubahan administrasi yang menghapuskan jabatan Larashoofd, dia diangkat menjadiDistricthoofd. Pada bulan April 1929 dia dipromosikan menjadi ‘Districthoofd 1e kl.‘ yang berkedudukan di Lubuk Sikaping. Banyak pembesar, baik Belanda maupun pribumi, hadir saat perhelatan pengangkatannya menduduki jabatan yang baru ini.

Belum diperoleh informasi lebih lanjut mengenai tanggal/tempat lahir, riwayat pendidikan yang lebih lengkap, dan tarikh/tempat wafatnya Toeankoe Sulthan Sjair ‘Alam Sjah. Namun, setidaknya informasi ini menambah lagi perbendaharaan pengetahuan kita tentang masa lalu Minangkabau.

Seperti sudah saya katakan dalam rubrik ini pada minggu-minggu sebelumnya, adalah sangat mungkin untuk menyusun sebuah buku tentang kehidupan para elit lokal Minangkabau yang berafiliasi dengan administrasi kolonial Belanda pada paroh kedua abad ke-19 dan paroh pertama abad 20. Banyak data berserakan di sana sini yang dapat dikumpulkan untuk membuat sebuah kajian yang mendalam dan bermutu. Mudah-mudahan ada sejarawan kita atau mahasiswa yang cerdas di Sumatera Barat yang berminat menelitinya.

Suryadi – Leiden, Belanda | Singgalang, Minggu, 29 Maret 2015 | (Sumber foto: Pandji Poestaka No. 45, Th. VII, 4 Juni 1929: 706).


Leave a comment

Categories