Posted by: niadilova | 17/03/2014

Minang Saisuak #167 – Dr. Zairin Zain: Diplomat urang awak kebanggaan Sukarno

efb32bb9b6777c41f56e362de9803600_minang-saisuak-dr-zairin-zain-diplomat-urang-awak-kebanggaan-sukarno

Dr. Zairin Zain adalah salah seorang pejuang kemerdekaan dan diplomat Indonesia asal Minangkabau pelanjut generasi H. Agus Salim. Lahir tahun 1913 di Jakarta, Zairin adalah anak sulung dari 6 bersaudara pasangan St. Mohammad Zain, linguis terkenal asal Pariaman (lihat Singgalang, 22/12/2013) dan Siti Murin.

Zairin kecil pernah ke Belanda mengikuti sang ayah yang mengajar sambil kuliah di Universitas Leiden (1922-1926), suatu pertanda awal bahwa dia akan menghabiskan lebih banyak masa hidupnya di luar negeri di kemudian hari. Selanjutnya Zairin menjalani pendidikan dasar dan menengah mengikuti ayahnya yang kembali dari Belanda ke Batavia (sekarang: Jakarta) tahun 1925.

Di Batavia Zairin masuk sekolah tinggi Hukum, sebelum pergi di tahun 1939 (atau mungkin lebih awal lagi) ke Universitas Leiden, Belanda (kota yang sudah dikunjunginya di masa kanak-kanaknya), untuk belajar ilmu hukum.

Selama kuliah di Belanda, Zairin aktif dalam gerakan politik anti kolinialisme dan juga di bidang pendidikan: antara lain dia aktif dalam organisasi Roekoen Peladjar Indonesia (Roepi) dan menghadiri Derde Internationale Studentenconferentie van de World Student Association di Paris, 18-20 Agustus 1939. Setamat dari Universitas Leiden, Zairin telah berpindah-pindah ke beberapa negara untuk memperjuangkan kedaulatan Republik Indonesia dan aktif menyokong gerakan politik PM Sutan Sjarir dan Presiden Sukarno di tanah air.

Tahun 1942 Dr. Zairin Zain muncul di PBB (United Nations Organization), menempel dengan delegasi Belanda. Kemudian disusul oleh rekannya Dr. Soemitro Djodjohadikoesoemo. Tentang hal ini, Soerat Sebaran edisi 5 Juni 1942 (hlm. 6) menulis di bawah judul “Orang Indonesia Anggota UNO-Delegatie Belanda” sebagai berikut:

Dr. Raden Mas Soemitro Djodjohadikoesomo diperbantoekan sebagai penasihat kepada rombongan Belanda ke UNO (United Nations Organization = Perserikatan Bangsa2). Beliau akan mendjadi anggota oeroesan ekonomie dan keoeangan.
Beliau adalah orang Indonesia jang kedoea jang mendjadi anggota delegatie Belanda. Jang lain ialah toean Dr. [Zairin] Zain.

Tanggal 7 Februari 1946 dua orang pemuda revolusioner Indonesia itu muncul lagi dalam konferensi PBB yang diadakan di Church House London yang membahas status Republik Indonesia yang masih bayi merah itu. Mereka adalah: Soemitro Djojohadikusumo dan Zairin Zain. Tampaknya keduanya berhasil ikut dalam sidang penting tersebut dengan membonceng delegasi Belanda yang diketuai oleh Dr. Eelco van Cleffens. Zairin dan Sumitro lalu melaporkan hasil sidang itu kepada PM Sutan Sjahrir di Jakarta pada 14 Maret 1946.

Aksi Zairin itu membuka jalan hidupnya ke dunia diplomatik. Tahun 1947 dia diangkat menjadi wakil kepada Indonesian Office di Singapura. Kemudian dia menjadi anggota delegasi Indonesia ke Konferensi Meja Bundar di Den Haag (23/8/ – 2/11/1949).

Dalam dekade 1950an Zairin tampaknya telah berpindah-pindah tugas antara Jerman, Amerika Serikat (AS), dan dan Inggris. Tahun 1952, secara resmi dia diangkat menjadi Kuasa Usaha Republik Indonesia untuk Jerman Barat. Kemudian dia dipindahkan ke Amerika Serikat (AS) tahun 1953 sebagai Duta (di bawah Dubes Ali Sastroamidjojo). Lalu di tahun 1955 dia diangkat sebagai Duta RI di London (di bawah Dubes Supomo). Setelah itu dia menjabat sebagai Dubes Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk AS (7/4/1961 – 20/4/1965). Sukarno penempatkan Zairin di AS karena dia dianggap mampu melobi negara adikuasa itu untuk memperjuangkan masuknya Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia.

Keakraban Zairin dengan Sukarno terefleksi dalam foto ilustrasi esai ini: tampak diplomat muda Zairin bersalaman mesra dengan Sang Proklamator itu dalam sebuah resepsi diplomatik di luar negeri. Belum diketahui siapa sosok wanita yang berada di antara mereka berdua itu. Selanjutnya Zairin diangkat menjadi Dubes RI untuk Swiss dan Linchenstein (Juni 1965 – Februari 1967). Jabatannya yang terakhir adalah penasehat Dubes RI untuk Kerajaan Belanda, Alamsyah Ratu Prawiranegara (menjabat 1972-1974).

Menjelang akhir hayatnya, Dr. Zairin Zain terkena stroke. Dia dirawat di Rudolf Steiner Kliniek di Den Haag. Tanggal 24 Mei 1974 Dr. Zairin Zain dipanggilNya. Jenazahnya diterbangkan ke Jakarta dan dimakamkan di TMP Kalibata.

Begitulah sekelumit kisah hidup Dr. Zairin Zain, urang awak yang banyak jasanya dalam diplomasi Republik ini di waktu ia masih berusia muda. Kita berharap namanya dapat diabadikan untuk nama sebuah jalan atau gedung di Pariaman, dan tentunya beliau layak pula dipromosikan sebagai pahlawan nasional Indonesia

Suryadi – Leiden, Belanda. (Sumber foto: internet via Ratna Heimawaty Zain) | Singgalang, Minggu, 16 Maret 2014


Leave a comment

Categories